Kamis, 06 Agustus 2015

Sukla



Sukla itu kita angkat kepermukaan karena merupakan bagian dari budaya,sebuah tata krama,etika yang melekat dalam kehidupan orang Bali yang telah diwarisi oleh para leluhur kita secara turun temurun yang merupakan bagian dari budaya yang adiluhung.
sangat kental dalam kehidupan orang Bali dalam hal beraktifitas sudah pasti mengenal khaidah mana tegeh (atas) dan mana lebah (bawah),jadi orang Bali selalu menjaga konsep/etika mana ranah yang disucikan dan mana ranah yang dianggap cemer agar kita tidak dikenakan sangsi atau dibilang keni "raja pinulah".orang Bali selalu menjaga tatanan etika lebah dan tegeh,sering kali orang yang kurang memahami etika tersebut sering dicap "sing nawang lebah tegeh atau disebut orang campah"
Didalam kehidupan orang Bali sudah diatur sedemikian rupa agar kelihatan apik,termasuk dalam hal mengolah makanan juga tetap menjaga konsep suci dan cemer,karena setiap makanan sebelum disantap sudah pasti dihaturkan kepada si empunya atau kepada yang membuat sumber makanan ini ada yaitu Tuhan Yang Maha Esa sebagai ungkapan terimakasih,juga kepada alam yang menyeimbangkan sumber makanan sehingga kita tidak pernah kehabisan sumber makanan.begitu yang terungkap dalam pertemuan Team Nawasanga Satyagraha Sukla kemarin dikediaman Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Harimbawa,yang saat ini menjabat sebagai ketua World Hindu Parisad beliau juga sekarang sebagai team penasehat kami di Team Nawasanga Sukla.
Beliau banyak mengkhawatirkan kepada para pedagang yang tidak memahami makanan sukla ini yang notabene digeluti oleh bukan orang Bali,seperti campuran makanan abon,campuran makanan cepat saji misalnya cicken nuget,ayam panggang yang dijual dijalanan yang dibeli oleh orang Bali untuk keperluan banten prani,dan sebagainya...dan sebagainya...
Beliau juga mengungkapkan,mengapresiasi atas gerakan Satyagraha Sukla ini,untuk mendidik kepada para pedagang agar tetap menjaga dagangannya agar tetap bersih dan suci...